Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Banyuwangi gelar skrining Tuberkulosis (TBC) bagi seluruh Warga Binaan. Hal itu terlaksana melalui kerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat.
Kegiatan skrining Apktive Case Finding (ACF) TBC itu merupakan program dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Metode skrining yang yang digunakan adalah Intervensi Chest X Ray (rontgen dada).
Pelaksanaan skrining CXR dilakukan oleh tim dari Dinas Kesehatan Banyuwangi yang juga bekerja sama dengan tim vendor X-Ray Tirta Medical Center.
“Skrining TBC dengan intervensi rontgen dada bertujuan untuk menoptimalkan angka penemuan kasus TBC secara aktif dan masif pada kelompok komunal yang berisiko tinggi atau rentan terhadap penularan, ” ujar Kepala Lapas Banyuwangi, Wahyu Indarto, Rabu (13/9).
Wahyu menyebut, setiap Warga Binaan dilakukan tiga tahapan pemeriksaan, yaitu skrining gejala, skring CXR dan pemeriksaan TCM. “Skrining gejala dilakukan secara mandiri oleh petugas kesehatan Lapas Banyuwangi, ” jelasnya.
Lebih lanjut, Wahyu menjelaskan bahwa lapas menjadi salah satu lingkungan yang rentan terhadap penularan TBC. Hal itu dikarenakan penuhnya penghuni dan jangka waktu kebersamaan dari Warga Binaan yang terbilang cukup lama.
“Lapas Banyuwangi sendiri saat ini dihuni oleh 991 orang, kapasitas idealnya seharusnya hanya dihuni oleh 260 orang, ” terangnya.
Kegiatan tersebut berlangsung selama lima hari. Jika terdapat Warga Binaan yang terindikasi adanya infeksi TBC, maka akan dilakukan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.
“Mereka juga akan ditempatkan di kamar khusus untuk perawatan selanjutnya sehingga memudahkan perawatan dan pengobatan, serta mencegah penularan pada Warga Binaan yang lain, ” kata Wahyu.
Wahyu pun menegaskan akan mendukung penuh program pemerintah dalam memutus rantai penularan penyakit TBC, khususnya di lingkungan lapas.
“Kami sampaikan bahwa pengobatan TBC ini ditanggung oleh pemerintah, asal patuh terhadap prosedur pengobatan, penyakit TBC bisa disembuhkan, ” pungkasnya.